Bagaimana rumusan dasar negara dalam naskah Piagam Jakarta?. Sebelum mengetahui bagaimana rumusan dasar negara dalam naskah Piagam Jakarta, Anda harus tahu bahwa Pancasila yang jadi falsafah hidup Indonesia kini, berbeda dengan rumusan aslinya.. Pada pertengahan 1945, para tokoh nasional, Moh Yamin, Soepomo, dan Soekarno masing-masing punya versi dasar negara.
Jakarta - Piagam Jakarta merupakan rancangan awal dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Piagam Jakarta lahir setelah adanya kesepakatan dan penandatanganan dari para anggota Panitia Sembilan pada 22 Juni negeri ini mencatat, Piagam Jakarta yang disusun dengan kompromi politik ini berusia kurang dari dua bulan. Karena kompromi politik juga, tujuh kata dalam piagam tersebut akhirnya dihapuskan. Begini Piagam JakartaMendirikan Indonesia yang merdeka diperlukan suatu dasar negara, untuk itu dibentuklah BPUPKI Badan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang diketuai oleh Dr. Radjiman dari e-modul Kemdikbud PPKn Paket B Tingkatan III karya Nanik Pudjowati, sidang pertama BPUPKI berlangsung pada 29-1 Juni 1945. Ahmad Syafii Maarif dalam bukunya Islam dan Politik menuliskan Radjiman mengajukan pertanyaan tentang landasan filosofis bagi negara yang hendak didirikan dalam sidang usulan disampaikan oleh Mr. Muhammad Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Sukarno. Ki Bagus Hadikusumo anggota BPUPKI yang juga pimpinan Muhammadiyah mengajukan Islam sebagai dasar negara. "Usulan ini merupakan antitesis terhadap usul Sukarno-Yamin," tulis munculnya usulan tersebut berarti ada dua usulan yang berbeda. Akhirnya karena tidak ada kesepakatan, dalam akhir sidang pertama, ketua BPUPKI kemudian membentuk panitia kecil yang disebut dengan Panitia Sembilan, karena beranggotakan sembilan dari Panitia Sembilan adalah untuk menyelidiki usul-usul mengenai perumusan dasar negara yang akan dibahas pada sidang berikutnya. Anggota-anggota Panitia Sembilan yakni Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, Maramis, Abikusno Tjokosujono, Abdul Kahar Muzakkir, Agus Salim, Achmad Subardjo, Wahid Hasyim, dan Muhammad 22 Juni 1945, panitia sembilan mengadakan sebuah rapat untuk membahas rancangan dasar negara di rumah kediaman Ir. Sukarno, yang beralamat di Jalan Pegangsaan Timur No 56 Jakarta. Dalam rapat yang terjadi, banyak perbedaan pendapat dan paham antara para anggota Panitia Sembilan, terutama mengenai masalah agama dan ada kompromi politik dari rapat tersebut yang menghasilkan sebuah naskah rancangan pembukaan hukum dasar pembukaan Undang-Undang dasar. "Mukadimah" merupakan kata yang diusulkan oleh Ir. Sukarno untuk rancangan pembukaan undang-undang dasar, kemudian Mr. Muhammad Yamin menamakannya sebagai Piagam Jakarta dikenal juga dengan istilah Jakarta garis besar, isi Piagam Jakarta sebagai rumusan dasar negara dari hasil rapat kesepakatan bersama pada 22 Juni 1945 adalah sebagai berikut1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan Indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat IndonesiaPerubahan Naskah Piagam JakartaNaskah Piagam Jakarta tersebut selanjutnya akan dibawa ke sidang kedua BPUPKI pada 10-16 Juni 1945. Setelah sidang kedua dilaksanakan, maka tugas BPUPKI dianggap selesai kemudian BPUPKI pun dibubarkan lalu digantikan dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI.PPKI diketuai oleh Sukarno, dan Wakilnya Drs. Moh. Hatta kemudian melanjutkan tugas dari BPUPKI mengenai rancangan hasil Undang-Undang Dasar. Walaupun sudah dirumuskan, bukan berarti rumusan tersebut mendapatkan kesepakatan dalam autobiografinya, Mohammad Hatta Memoir 1979, menyebut seorang opsir Angkatan Laut Jepang Kaigun mendatanginya setelah naskah proklamasi dibacakan 17 Agustus 1945. Di Indonesia, Kaigun berkuasa di wilayah Indonesia timur ditambah tersebut memberitahukan wakil-wakil Protestan dan Katolik di Indonesia timur sangat keberatan dengan kalimat Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi Maarif dalam bukunya menyebut Sukarno sebenarnya kewalahan menghadapi Ki Bagus yang bertahan dalam rumusan Piagam Jakarta. Sebelum sidang PPKI, Hatta kemudian meminta Teuku Muhammad Hasan wakil Aceh dalam PPKI untuk membujuk Ki Bagus. Benedict Anderson dalam bukunya Revoloesi Pemoeda mengungkapkan, reputasi orang-orang Aceh sebagai penganut Islam yang gigih punya daya tawar tinggi untuk meluluhkan Ki Bagus untuk menerima penghapusan penyebutan Islam dalam Undang-undang Dasar menekankan pentingnya kesatuan nasional. "Adalah sangat mutlak untuk tidak memaksa minoritas-minoritas Kristen penting Batak, Manado, Ambon masuk ke dalam lingkaran Belanda yang sedang berusaha datang kembali, " tulis dengan kompromi politik ptersebut, naskah Piagam Jakarta berubah. Kalimat pengiring Ketuhanan dalam sila pertama dihilangkan diganti atribut Yang Maha Esa. Berikut adalah perubahan-perubahan naskah Piagam Jakarta yang disepakati antara lainKata "Mukaddimah" diganti dengan kata "Pembukaan".Sila pertama, yang berbunyi "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" telah diganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa."Perubahan pasal 6 UUD yang berbunyi "Presiden ialah orang asli Indonesia asli dengan beragama Islam" berubah menjadi "Presiden ialah orang Indonesia asli."Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti menjadi pasal 29 UUD 1945 dengan bunyi yang diubah menjadi "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa."Perbedaan antara Piagam Jakarta dengan Undang-Undang Dasar 1945Menurut buku Modul Resmi SKB dan SKD karya Tim Psikologi Salemba, rumusan mengenai "Ketuhanan" dalam Piagam Jakarta sejatinya belum mampu menggambarkan agama yang dianut oleh masyarakat diketahui, masyarakat Indonesia tidak hanya memeluk agama Islam saja, namun ada juga beberapa agama lain. Atas dasar tersebut, rumusan dasar negara dalam sila pertama kemudian rumusan dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945 yang telah diubah1. Ketuhanan Yang Maha Esa2. Kemanusiaan yang adil dan beradab3. Persatuan Indonesia4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan .5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat dasar negara tersebut yang sampai sekarang dijadikan sebagai dasar negara Indonesia, sebagaimana disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Nah, itu tadi merupakan penjelasan mengenai isi Piagam Jakarta dan juga sejarahnya. Detikers, sekarang jadi makin paham kan? Simak Video "La Nyalla Sebut Isi UUD 1945 Telah Berubah 95%, Ini Penjelasannya" [GambasVideo 20detik] pal/palDalamsidang BPUPKI, Muhammad Yamin benyak memainkan peran. Pada hari pertama sidang BPUPKI pertama yaitu pada tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin menyampaikan pidato tentang konsep dasar Negara di depan anggota BPUPKI lainnya. Rumusan dasar Negara usulan Muhammad Yamin ini terdiri dari 5 hal pokok yaitu: Peri kebangsaan; Peri kemanusiaan; Peri ketuhanan
Jakarta - Rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta yang telah disepakati dan ditandatangi bersama anggota Panitia Sembilan mengalami revisi. Hasil revisi yang sah dan benar tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Seperti apa perbedaan rumusan dasar negara dalam piagam Jakarta dengan pembukaan UUD 1945?Perumusan dasar negara menjadi salah satu agenda pembicaraan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI. Bahkan BPUPKI membentuk sebuah panitia kecil untuk menyiapkan rumusan dasar kecil tersebut beranggotakan sembilan orang, sehingga dikenal dengan nama Panita Sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 22 Juni 1945, pertemuan antara BPUPKI dan Panitia Sembilan akhirnya menghasilkan sebuah rumusan dasar dari buku Bahas Tuntas 1001 Soal IPS karya Forum Tentor, rumusan tersebut menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia dan diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Bunyi dari rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;3. Persatuan Indonesia;4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang menyetujui isi preambule Pembukaan UUD yang diambil dari Piagam Jakarta. Panitia Perancang Undang-Undang membentuk sebuah panitia kecil lagi yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. bertugas untuk merumuskan isi pembukaan UUD yang kemudian hasilnya disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa. Panitia ini terdiri dari Husein Jayadiningrat, Agus Salim, dan dan batang tubuh rancangan UUD yang dihasilkan disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Namun, sebelum disahkan, pembukaan UUD yang diambil dari Piagam Jakarta mengalami pada 17 Agustus 1945 sore, seorang opsir angkatan laut Jepang menemui Drs. Mohammad Hatta. Opsir tersebut menyampaikan keberatan dari tokoh-tokoh rakyat Indonesia bagian Timur atas kalimat dalam sila pertama Piagam Hatta dan Ir. Soekarno meminta empat tokoh Islam, Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimejo, dan Mr. Teuku Moh. Hasan untuk membicarakan hal tersebut. Setelah berdiskusi, akhirnya disepakati rumusan pada sila pertama dalam Piagam Jakarta diganti dengan Ketuhanan Yang Maha ini menunjukkan toleransi yang tinggi. Artinya, para pejuang menyadari bahwa Indonesia multikultural yang didirikan di tengah keberagaman, baik suku, ras, maupun buku Modul Resmi SKB dan SKD karya Tim Psikologi Salemba, rumusan 'Ketuhanan' dalam Piagam Jakarta belum mampu mengakomodasi seluruh agama atau keyakinan yang dipeluk bangsa Indonesia. Oleh karena itu, rumusan dasar negara dalam sila pertama tersebut mengalami revisi inilah yang disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan dasar negara yang sah dan benar. Hal itu pun ditegaskan dalam Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun perbedaan rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UUD 1945 terdapat pada sila pertama. Berikut rumusan dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945 setelah Ketuhanan Yang Maha Esa;2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;3. Persatuan Indonesia;4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat sudah tahu apa perbedaan rumusan dasar negara dalam piagam jakarta dengan pembukaan UUD 1945 kan? Semoga bermanfaat! Simak Video "La Nyalla Sebut Isi UUD 1945 Telah Berubah 95%, Ini Penjelasannya" [GambasVideo 20detik] rah/pay Rumusandasar negara dalam 5 sila tersebut, yaitu: Kebangsaan Piagam Jakarta – Sejarah, Rumusan, Tokoh, Latar Belakang, Isi Dan Kontoversinya– – Piagam Jakarta atau Jakarta Charter merupakan sebuah dokumen teks bersejarah yang memuat rumusan Pancasila selaku dasar negera Republik Indonesia serta teks pembukaan UUD 1945. Piagam Jakarta dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 di rumah Soekarno dan disetujui oleh BPUPKI. Penyusunan Piagam Jakarta dilakukan oleh anggota panitia sembilan. Perumusan Piagam Jakarta menjadi salah satu momen bersejarah karena naskah Piagam Jakarta yang memuat dasar landasan negara Indonesia. Sempat terjadi perdebatan antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis mengenai naskah Piagam Jakarta, namun akhirnya bisa diselesaikan. Persoalan Piagam Jakarta, sebenarnya adalah sebuah peristiwa politik yang secara formal telah selesai 18 Agustus 1945 saat sejumlah pemimpin politik berlatar belakang Islam sepakat untuk menghilangkan tujuh kata dari konsep pembukaan UUD 1945. Namun akibat ketidakmatangan kenegarawanan lapisan para pemimpin politik baru di masa-masa berikutnya, permasalahan ternyata tidaklah berakhir pada tanggal itu. Tatkala Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI yang juga dikenal dengan nama Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai sampai kepada tahap sidang membicarakan beginsel dasar “negara kita”, Ir Soekarno menjadi salah satu penyampai gagasan, yakni melalui pidato 1 Juni 1945. Dalam menyampaikan konsep dasar negara yang diusulkannya, Soekarno memulai dengan butir kebangsaan. Berikutnya berturut-turut ia menyampaikan butir-butir internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi dan kesejahteraan sosial, lalu yang terakhir Tuhan Yang Maha Esa atau Ketuhanan. Di antara sekian penyampaian, yang mendapat sambutan paling antusias memang adalah pidato Ir Soekarno. Tercatat ada 12 kali tepuk tangan menggema saat ia menyampaikan pidatonya itu dengan gaya seorang orator ulung. Namun, menurut sejarawan Anhar Gonggong, setelah pidato Ir Soekarno itu, “anggota BPUPKI tampak terbelah’, dalam arti ada anggota yang sepenuhnya menerima rumusan calon dasar negara’ yang diajukan anggota Ir Soekarno itu, tetapi di lain pihak terdapat sejumlah anggota yang tidak sepenuhnya menerima, dan menghendaki perubahan rumusan walau tetap berdasar pada apa yang telah dikemukakan anggota Ir Soekarno itu”. Sejarah Piagam Jakarta Sejarah Piagam Jakarta bermula pada dibentuknya BPUPKI atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Saat itu tugas BPUPKI dibentuk adalah untuk mempersiapkan proses kemerdekaan Republik Indonesia. Para anggota BPUPKI pun mengemukakan pendapat mereka mengenai dasar negara Indonesia yang kemudian disebut sebgai Pancasila. Terdapat beberapa rumusan teks Pancasila yang dikemukakan oleh Muhammad Yamin, Soepomo dan Soekarno. Pancasila Versi Muhammad Yamin “29 Mei 1945” Peri Kebangsaan Peri kemanusiaan Peri ketuhanan Peri kerakyatan Kesejahteraan rakyat Pancasila Versi Soepomo “30 Mei 1945” Persatuan Kekeluargaan Mufakat atau demokrasi Musyawarah Keadilan sosial Pancasila Versi Soekarno “1 Juni 1945” Kebangsaan Indonesia Internasionalisme atau peri kemanusiaan Mufakat atau demokrasi Kesejahteraan rakyat Ketuhanan Yang Maha Esa Karena adanya perbedaan, maka dibentuklah sebuah panitia kecil yang bertugas untuk menyusun rumusan Pancasila selaku dasar negara yang tercantum dalam UUD 1945, Panitia ini disebut sebagai Panitia Sembilan yang beranggotakan 9 tokoh nasional saat itu. Baca Juga Sejarah Lahirnya UUD 1945 Negara Republik Indonesia Rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta Untuk menyempurnakan usulan yang bersifat perorangan, dibentuklah Panitia Sembilan yang ditugaskan di luar sidang resmi untuk merumuskan sesuatu rancangan pembukaan hukum dasar. Anggota Panitia Sembilan adalah ketua merangkap anggota; Wachid Hasyim, anggota; sibardjo,anggota;H. Agus Salim, anggota;Abdul Kahar Mudzaki, anggota; abikusno djokrosoejoso, anggota; Yamin,anggota. Tugas Panitia Sembilan adalah menyusun sebuah naskah rancangan pembukaan hukum dasar yang kemudian oleh Yamin diberi nama “Piagam Jakarta”. Piagam Jakarta memuat rumusan dasar negara sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang. Rumusan negara sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang. Rumusan dasar negara sebagai hasil yang pertama kali disepakati oleh sidang. Rumusan dasar negara yang termuat dalam piagam jakarta adalah sebagai berikut. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hasil kerja Panitia Sembilan tersebut diterima oleh BPUPKI menjadi Rancangan Mukadimah Hukum Dasar Negara Indonesia Merdeka pada tanggal 14 Juli 1945. Setelah Indonesia merdeka, rumusan dasar negara Pancasila tersebut kemudian disahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat negara Indonesia dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945. Namun, dilakukan perubahan,yaitu penghapusan bagian kalimat. “dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Penghapusan bagian kalimat dalam sila pertama tersebut dilakukan dengan alasan adanya keberatan dari pemeluk agama lain selain Islam dan demi tetap terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa yang majemuk. Naskah Piagam Jakarta yang memuat rumusan dasar negara yang telah mengalami perubahan tersebut oleh PPKI kemudian disahkan menjadi bagian pendahuluan UUD 1945 yang sekarang dikenal sebagai pembukaan. Sejak disahkanya Piagam Jakarta menjadi bagian Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945, itulah secara yuridis, Pancasila menjadi ideologi negara republik Indonesia. Alinia Ke-2 Alinia ke-3 Alinia ke-4 Tokoh Piagam Jakarta Tokoh yang terlibat dalam rumusan Piagam Jakarta tergabung dalam kelompok Panitia Sembilan, terdiri dari 9 orang tokoh yang terlibat saat itu. Adapun 9 anggota panitia sembilan antara lain adalah Seokarno “Ketua” Moh. Hatta “Wakil Ketua” Achmad Soebardjo “Anggota” Muhammad Yamin “Anggota” Wachid Hasyim “Anggota” Abdul Kahar Muzakir “Anggota” Abikoesno Tjokrosoejoso “Anggota” Agus Salim “Anggota” Maramis “Anggota” Baca Juga “Sidang BPUPKI Tanggal 29 Mei 1945” Suasana & Tokoh – Hasil Yang Pertama Naskah Dan Bunyi Piagam Jakarta Naskah Asli Piagam Jakarta Naskah Piagam Jakarta Dalam Ejaan Yang Disempurnakan Baca Juga “Dekrit Presiden” Alasan Dikeluarkannya & Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Berikut ini adalah teksnya “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerban negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia merdeka yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia, yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Djakarta, 22-6-1945 Isi Pokok Piagam Jakarta Piagam Jakarta berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme danfasisme, serta memulai dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebihtuadariPiagamPerdamaian San Francisco 26 Juni 1945 danKapitulasi Tokyo 15 Agustus 1945 itumerupakan sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Republik Indonesia. Baca Juga “Pembentukan Panitia Sembilan” Definisi & Anggota – Gambar Rumusan Piagam Jakarta Dari bunyi Piagam Jakarta, bisa disimpulkan rumusan Pancasila yang tertuang dalam Piagam Jakarta yang terdiri dari 5 poin utama yakni Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kemudian Piagam Jakarta ini diajukan dalam sidang BPUPKI oleh Panitia Sembilan dan diterima dengan sambutan baik. Isi Piagam Jakarta kemudian dijadikan dalam teks pembukaan UUD 1945 di bagian awal. Pada hasil sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, teks Piagam Jakarta pun disahkan sebagai dasar negara dengan nama Pancasila. Perubahan terjadi pada sila pertama dimana kata “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” berubah menjadi “Yang Maha Esa”. Sila Pertama Piagam Jakarta Meskipun demikian,banyak pemahaman masyarakat mengenai hadirnya Piagam ini dapat kita lihat dari sikap masyarakat Katolik dan Protestan dalam menyikapi Isi dari Piagam Jakarta kala itu,terutama pada butir Jakarta yang memuat lima butir yang selanjutnya disebut sebagai Pacasila, lima butir tersebut adalah Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia Syariat Islam memang telah berabad-abad dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia,dan sudah mendarah daging dalam kehidupan rakyat sebelum penjajah kristen Belanda datang ke Belanda datang, penjajah Kristen Belanda berusaha menjatuhkan hukum Islam di Hurgronje misalnya, seorang profesor yang gigih dalam menggusur hukum Islam di Indonesia. Pada waktu itu wakil-wakil agama Protestan dan agama Katolik dari beberapa daerah menyatakan keberatan terhadap kalimat dalam bunyi sila memalaui perundingan kilat antar beberapa tokoh penting,dan beberapa tokoh Islam tetap menolak untuk mengganti kalimat tersebut, tetap diputuskan bahwa akan dihapuskan tujuh kata pada sila pertama dan digantikan dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Demikianlah pembahasan mengenai Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Sejarah, Tokoh, Rumusan, Naskah Dan Bunyi semoga dengan adanya ulasan tersebut dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian semua,, terima kasih banyak atas kunjungannya. .